[Al-Islam edisi 770, 20 Dzulqa’dah 1436 H – 4 September 2015 M]
Pemerintahan Jokowi-JK telah mengajukan RAPBN 2016 kepada DPR. RAPBN
itu menggambarkan bagaimana kondisi perekonomian dan keuangan negeri ini
tahun depan. RAPBN juga menggambarkan apa yang akan diterima dan
dihadapi oleh rakyat tahun depan. Pada sisi penerimaan, RAPBN 2016
menggambarkan beban pembayaran rakyat makin besar, sementara pada sisi
belanja beban rakyat juga makin berat.
Subsidi Terus Dikurangi
Sebagaimana diketahui, setiap tahun subsidi untuk rakyat dalam APBN
terus dikurangi. Pada APBNP 2015 anggaran subsidi turun drastis sebesar
60%, dari Rp 341,81 triliun pada tahun 2014 menjadi hanya Rp 137,82
triliun pada tahun 2015, atau turun Rp 203,99 triliun! Penurunan itu
terutama karena subsidi untuk premium dihapuskan. Akibatnya, harga
premium ditetapkan mengikuti harga minyak dunia sejak Maret 2015.
Sebelumnya, pada Oktober 2014, dengan alasan saat itu harga minyak dunia
naik, Pemerintah Jokowi menaikkan harga BBM di dalam negeri. Kenaikan
harga BBM itu menyebabkan daya beli masyarakat anjlok hingga saat ini.
Namun, Pemerintah tak konsisten. Giliran harga minyak dunia anjlok
drastis hingga kisaran US$ 40-an perbarel saat ini, nyatanya Pemerintah
tak menurunkan harga BBM. Menteri ESDM beralasan, meski harga minyak
dunia turun saat ini, harga BBM di dalam negeri tak diturunkan karena
Pertamina masih merugi.
Pada RAPBN 2016 anggaran subsidi untuk rakyat kembali dikurangi. Di
antara yang dipangkas adalah subsidi listrik; dipangkas Rp 23,15
triliun, dari Rp 73,15 triliun di APBNP 2015 menjadi hanya Rp 50 triliun
di RAPBN 2016. Akibatnya, tahun 2016 subsidi untuk pelanggan 900 KWh
akan dihilangkan. Itu artinya, tarif listrik untuk pelanggan 900 KWh
tahun depan dipastikan bakal naik. Lagi-lagi beban rakyat dipastikan
makin bertambah.
Untuk subsidi non-energi, subsidi pangan (raskin) RPABN 2016 memang
naik Rp 2,05 triliun, yakni menjadi Rp 20,99 triliun dari sebelumnya Rp
18,94 triliun di APBNP 2015. Namun, subsidi pupuk dipangkas Rp 9,4
triliun, yakni dari Rp 39,9 triliun di APBN 2015 menjadi Rp 30 triliun
di RAPBN 2016. Itu artinya, para petani justru akan mendapat beban lebih
besar akibat harga pupuk naik.