Banner atas

Rabu, 22 Desember 2010

WIKILEAKS: AS=PENJAJAH, PARA PENGUASA MUSLIM PELAYANNYA


Wikileaks kembali menghebohkan saat membocorkan ribuan dokumen berisi kawat diplomatik dari kedutaan-kedutaan besar dan konsulat AS di seluruh dunia. Wikileaks mengklaim memiliki lebih dari 251.000 dokumen meski sampai saat ini (21/12) baru sekitar 1824 dokumen yang dimuat di lamannya. Sebagian dokumen itu juga kemudian dimuat oleh media lain seperti The Guardian Inggris, New York Times di AS, El Pais Spanyol, Der Spiegel Jerman, dan lain-lain. Dokumen-dokumen yang dibocorkan itu berisi pembicaraan para diplomat AS di berbagai negara tentang berbagai masalah, mulai dari masalah yang serius dan rahasia sampai masalah kecil.
Pembocoran dokumen-dokumen itu tak urung membuat para pejabat AS sibuk mengatasi dampaknya yang mungkin timbul. Meski demikian, sampai saat ini dampaknya belum terlalu besar dan mudah diatasi oleh AS.
Jika dicermati, tampak bahwa pembocoran dokumen-dokumen itu tidak terlepas dari pertarungan global negara-negara penjajah Barat, terutama antara AS dan Eropa (khususnya Inggris), ditambah dengan keterlibatan Israel. Inggris dan Israel, kemungkian berperan banyak dalam pembocoran ribuan dokumen itu. Pasalnya, dari ribuan dokumen itu, tak ada satupun dokumen yang merugikan Inggris ataupun Israel. Wikileaks menegaskan akan kembali mempublikasikan ratusan ribu dokumen rahasia lainnya ke depan, termasuk yang berasal dari Kedubes AS di Tel Aviv, Israel. Surat kabar Ha’aretz Jumat (26/11), mengutip seorang diplomat Zionis Israel, mengatakan, “Ada banyak dokumen yang dikirim ke Washington dari Kedutaan Amerika di Israel yang meliputi berbagai informasi, laporan, artikel dan dokumen diplomasi. Bahkan berbagai penilaian dari Kedutaan juga masuk dalam dokumen yang dimaksudkan untuk diterbitkan.” (Palestine-info.info, 27/11).
PM Zionis Israel Benyamin Netanyahu pun, seperti dikutip surat kabar Jomhouri Eslami, menyambut langkah WikiLeaks dan mengatakan, “Untungnya, semua dokumen itu tidak ada yang anti Israel, dan Tel Aviv sama sekali tidak mengkhawatirkan publikasi dokumen-dokumen tersebut.” (Indonesian.irib.ir, 6/12).
Artinya, Netanyahu yakin bahwa dokumen-dokumen berikutnya juga sama sekali tak akan mengancam kepentingan Israel. Ini berarti para pejabat Israel yakin bahwa informasi-informasi yang akan dibocorkan sudah disaring secara rapi dan tidak akan mengancam Israel. 

Demikian pula dengan Inggris. Tak ada satu pun dokumen yang membahayakan kepentingan negara itu. Selain itu, selama ini Asangge bermukim di Inggris. Pihak berwenang Inggris mengetahui hal itu dan terkesan melindunginya.
Lebih dari itu, dokumen-dokumen yang dibocorkan itu banyak terkait dengan negara-negara yang selama ini di situ terjadi perebutan pengaruh yang sengit antara AS dan Inggris seperti di Turki, Irak, Yordania, Kuwait, Pakistan, Iran, Mesir, Arab Saudi, Afganistan, Sudan dan—mungkin juga—Indonesia. Dengan terungkapnya aib penguasa negara-negara itu—yang notabene di bawah pengaruh AS—melalui dokumen yang bocor itu, maka popularitas mereka dan dukungan masyarkat kepada mereka boleh jadi akan menurun. Di situ akan ada peluang bagi Inggris untuk memuncukan atau bahkan menaikkan orang-orangnya untuk mengganti orang-orang yang selama ini menjadi agen AS. Dari dulu Inggris cukup dikenal cerdas dan licin dalam pertarungan pengaruh dengan AS, termasuk di negara-negara itu.
Selintas tampak AS-lah yang rugi akibat pembocoran itu. Namun, di sini bukan berarti tak ada peran AS. Selama ini tak ada bantahan langsung atas isi dokumen-dokumen itu dari pejabat AS. Bahkan terkesan Deplu AS menegaskan kesahihannya. Tak tampak pula ‘keseriusan’ AS untuk menghalangi, melawan atau menindak pembocoran dokumen itu dan pelakunya seperti layaknya jika memang hal itu dianggap sebagai pembocoran rahasia negara dan merugikan kepentingan AS atau mengancam kepentingan nasionalnya. Ini menunjukkan bahwa pembocoran dokumen-dokumen itu tak sepenuhnya di luar kendali AS. Surat kabar Jomhouri Eslami yang terbit di Teheran, Senin (6/12) menulis, “Di tengah kegusaran para pejabat AS atas bocornya sejumlah kawat diplomatik di Situs WikiLeaks, sejumlah pemimpin redaksi senior Majalah Newsweek menegaskan bahwa ada koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri AS dalam merilis dokumen-dokumen tersebut.”
Menurut keterangan mereka, pemerintah Barack Obama memberikan pertimbangan dalam menyeleksi dokumen itu dan juga mempublikasikan, membesar-besarkan atau membatalkan publikasi konten tertentu. Padahal tanpa pengakuan ini juga terlihat ada gerakan terorganisasi yang menargetkan tujuan-tujuan tertentu (Indonesian.irib.ir, 6/12).

Penjajah dan Pelayannya
Memastikan siapa yang berada di balik pembocoran dokumen itu dan apa tujuannya, bukanlah hal yang amat penting. Yang lebih penting adalah pelajaran apa yang bisa diambil oleh umat Islam demi masa depannya yang lebih baik, meski secara syar’i kita tak boleh bersandar dan percaya sepenuhnya pada informasi yang dibawa oleh orang fasik.
Apa yang diceritakan oleh dokumen-dokumen itu bukanlah hal yang sama sekali baru. Dokumen-dokumen itu hanya menegaskan banyak hal yang selama ini memang sudah diketahui oleh siapapun yang memiliki kepekaan politik dan fokus terhadap nasib umat ini. Dokumen-dokumen itu juga mengkonfirmasi berbagai analisis yang sejak lama disampaikan oleh Hizbut Tahrir meski pada waktu itu belum sepenuhnya dipahami oleh khalayak, di antaranya: Pertama, bahwa AS merupakan penjajah. AS sejak lama memiliki ambisi untuk menancapkan kontrolnya terhadap negeri-negeri di dunia, khususnya di negeri-negeri Muslim. AS banyak melakukan campur tangan terhadap urusan internal negeri-negeri itu. Tentu semua itu dilakukan untuk menjamin kepentingan AS di negeri-negeri itu. Dokumen sebelumnya telah membongkar kebrutalan tentara AS di Irak dan Afganistan. Jika ditambah dengan dokumen yang sekarang dan yang akan dibocorkan, akan tampak dengan jelas bahwa AS merupakan negara penjajah sejati.
Kedua, dokumen-dokumen itu menegaskan bahwa selama ini Kedubes AS—dan tentu juga kedubes negara-negara yang berambisi terhadap negeri-negeri Muslim seperti Inggris, Israel dan lainnya—melakukan kegiatan intelijen. Terkait Yordania, misalnya, Edward Gnehm, mantan Dubes AS di Yordania, pernah menyatakan kepada para wartawan, “Saya tegaskan kepada Anda bahwa Kedutaan (AS) mengetahui semua yang terjadi di negeri ini.” Semua informasi itu akan digunakan oleh AS pada waktunya demi kepentingan penjajahannya.
Ketiga, dokumen-dokumen itu menegaskan bahwa para penguasa Muslim—yang meskipun selama ini menjadi pelayan setia bagi kepentingan AS—dibicarakan secara buruk dalam komunikasi para diplomat AS itu. Tentu hal itu karena bagi AS, para penguasa itu hanyalah ‘alat’ untuk mewujudkan kepentingannya. Jika perannya sudah selesai, atau tidak lagi banyak berguna bagi kepentingan AS, atau ada orang lain yang bisa lebih banyak dan lebih baik melayani kepentingan AS, maka mereka akan dibuang dan bahkan jika perlu dijadikan pesakitan. Telah banyak contoh mengenai hal ini. Hendaknya kenyataan itu menyadarkan para penguasa Muslim yang selama ini setia melayani AS sehingga mereka bisa kembali berpihak pada Islam dan melayani umat mereka.
Keempat, dokumen-dokumen itu juga menegaskan analisis yang telah banyak disampaikan selama ini oleh Hizbut Tahrir, yaitu bahwa para penguasa di negeri-negeri Muslim telah menjadi kaki tangan kaum penjajah, khususnya AS. Merekalah yang berperan memuluskan jalannya penjajahan AS sekaligus menjamin pengaruh AS tetap bercokol di negeri-negeri kaum Muslim. Faktanya, keberadaan mereka justru lebih banyak mengabdi demi kepentingan AS, bukan demi melayani kepentingan Islam dan umatnya. Kenyataan ini sebenarnya mudah diketahui oleh setiap orang yang mempunyai mata dan telinga sekaligus memiliki kepedulian terhadap kepentingan Islam dan nasib umatnya.
Namun harus diakui, bahwa para penguasa itu pandai menyembunyikan jatidiri mereka dengan pernyataan-pernyataan mereka yang mengelabui umat. Lisan mereka berusaha menampakkan seolah-olah mereka selalu memperhatikan dan membela kepentingan umat, mengkritisi kebijakan AS atau menentang penjajahan Barat pada umumnya. Namun, lisân al-hâl (sikap, tindakan, kebijakan dan perilaku) tak bisa menyembunyikan jatidiri mereka yang lebih melayani kepentingan penjajh ketimbang kepentingan umatnya. Keadaan para penguasa yang menjadi kaki tangan kafir penjajah itu mirip dengan keadaan orang-orang munafik. Allah SWT berfirman:

] وَلَوْ نَشَاءُ لَأَرَيْنَاكَهُمْ فَلَعَرَفْتَهُمْ بِسِيمَاهُمْ وَلَتَعْرِفَنَّهُمْ فِي لَحْنِ الْقَوْلِ [
Kalau Kami menghendaki, niscaya Kami menunjukkan mereka kepada kamu hingga kamu benar-benar mengenal mereka melalui tanda-tandanya dan kamu benar-benar akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka (QS Muhammad [47]: 30)

Imam Ibn Katsir menjelaskan bahwa maknanya adalah, “(Kamu akan mengetahui mereka) dalam apa yang tampak dari ucapan mereka yang menunjukkan maksud-maksud mereka. Orang yang berbicara itu bisa dipahami termasuk kelompok (pihak) mana dari makna, arah, konteks atau substansi ucapannya.” (Ibn Katsir, Tafsîr al-Qur`ân al-‘Azhîm).
Imam ath-Thabari juga menjelaskan, “Sungguh kamu akan mengetahui mereka melalui tanda-tanda kemunafikan yang tampak dari mereka dalam konteks ucapan dan lahiriah perbuatan mereka.” (Ath-Thabari, Tafsir ath-Thabari).

Wahai Kaum Muslim:
Kenyataan selama ini menegaskan bahwa para penguasa negeri Islam lebih melayani tuan-tuan mereka, yakni kafir penjajah, daripada mengabdi demi kepentingan agama dan umat ini. Realita itu pun makin ditegaskan oleh dokumen-dokumen yang dibocorkan oleh Wikileaks, New York Times, El Pais, the Guardian, Der Spiegel dan lainnya itu. Karena itu, tak ada gunanya menggantungkan harapan masa depan Anda dan umat ini kepada para penguasa itu.
Yang wajib dilakukan umat adalah menyusun dan memperjuangkan agenda umat sendiri, yaitu agenda pembebasan dari penjajahan modern yang sayangnya justru difasilitasi oleh para penguasa umat ini. Meekalah yang selama ini memuluskan penjajahan itu.
Karenanya, umat ini harus memperjuangkan sendiri pembebasan mereka dari cengkeraman kaum penjajah. Caranya adalah dengan berjuang bersama-sama para pejuang mukhlis dari anak-anak umat ini dalam mewujudkan Khilafah Islamiah; satu-satunya institusi pemerintahan Islam yang bakal melayani, mengayomi dan melindungi mereka dari penjajahan. Para pejuang Khilafah itu adalah anak-anak Anda dan bagian integral dari umat ini. Mereka ada di tengah-tengah Anda serta senantiasa memperhatikan urusan umat dan membelanya dengan penuh ketulusan. Sekaranglah saatnya Anda dan umat ini berjuang mewujudkan semua itu. WalLâh a’lam bi ash-shawâb. []

KOMENTAR AL-ISLAM:

Ada Indikasi Serangan Teroris Saat Natal (Vivanews.com, 21/12/2001).

Waspadalah! Umat Islam kembali disasar dalam isu terorisme.

Rabu, 15 Desember 2010

HAM: ALAT PROPAGANDA DAN PENJAJAHAN BARAT


 SEPULUH Desember 2010 lalu, sebagaimana diketahui, untuk kesekian kalinya diperingati sebagai Hari Hak Asasi Manusia (HAM) se-Dunia. Di Tanah Air, Peringatan Hari HAM se-Dunia ditandai dengan sejumlah aksi oleh para pegiat HAM di beberapa daerah.
Yang menarik, terkait dengan HAM ini, seminggu sebelumnya, Human Rights Watch (HRW) dalam laporan yang berjudul, “Menegakkan Moralitas: Pelanggaran dan Penerapan Syariah di Aceh Indonesia,” menyebutkan bahwa dua aturan Perda Syariah mengenai larangan khalwat serta aturan mengenai busana Muslim pada pelaksanaanya telah melanggar HAM dan konstitusi Indonesia. Dalam konferensi pers pada Rabu (1/12/2010), HRW mendesak pemerintah lokal di Aceh dan pemerintah pusat Indonesia agar mencabut kedua aturan tersebut. Sejak masih dalam draft, perda yang sering disebut terinspirasi oleh syariah itu memang telah mendapat kecaman dari para aktivis liberal dan sekular dengan mengusung ide hak asasi manusia (HAM).
Karena itu, kaum Muslim tentu perlu mencermati kembali hakikat dan upaya di balik propaganda HAM. Pasalnya, propaganda HAM, baik dalam lingkup lokal/nasional maupun internasional, pada faktanya sering merugikan Islam dan kaum Muslim. 


HAM: Propaganda Menyesatkan
Hak Asasi Manusia (HAM) yang selama ini digembar-gemborkan kalangan sekular sesungguhnya bagian dari ide demokrasi yang dipropagandakan Barat sekaligus dijajakan di negeri-negeri Islam. Demokrasi sendiri didasarkan pada paham kebebasan. Ide HAM yang didasarkan pada liberalisme (kebebasan) ini berbahaya dalam beberapa aspek. Kebebasan beragama (freedom of religion), misalnya, bukanlah semata-mata ketidakbolehan memaksa seseorang untuk memeluk agama tertentu; tetapi kebebasan untuk murtad dari Islam, bahkan untuk tidak beragama sama sekali. Atas dasar kebebasan juga, keyakinan dan praktik yang menyimpang dari Islam dibiarkan. Dengan alasan HAM, Ahmadiyah yang sesat karena menyakini Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi baru setelah Rasulullah Muhammad saw. atau Lia Eden yang mengaku Jibril dibela habis-habisan.
Di bidang sosial, dengan alasan kebebasan berperilaku sebagai ekpresi kebebasan individu, HAM melegalkan praktik yang menyimpang dari Islam seperti seks bebas, homoseksual, lesbian serta pornografi dan pornoaksi. Akibatnya, kemaksiatan pun meluas di tengah-tengah masyarakat. Data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada 2010 menunjukkan sebanyak 51 persen remaja di Jabodetabek tidak perawan lagi karena telah melakukan hubungan seks pranikah. Hal serupa juga terjadi di kota besar lainnya. Di Surabaya tercatat 54 persen, Bandung 47 persen, dan 52 persen di Medan sudah tidak perawan. Bersamaan dengan itu, jumlah pengidap penyakit HIV/AIDS pun terus meningkat.
Di bidang politik ide HAM juga digunakan sebagai “political hammer (palu politik)” untuk menyerang perjuangan penegakan syariah Islam yang merupakan kewajiban bagi setiap Muslim. Tidak hanya itu, HAM juga mengancam stabilitas dan kesatuan politik negeri-negeri Islam, termasuk Indonesia. Lepasnya Timor Timur tidak bisa dilepaskan dari propaganda hak menentukan nasib sendiri (the right of self determination). Ancaman disintegrasi dengan alasan yang sama juga bisa terjadi di Papua dan Aceh.
Di bidang ekonomi, liberalisasi ekonomi telah menjadi jalan perampokan terhadap kekayaan negeri-negeri Islam atas nama kebebasan pemilikan. Tambang minyak, emas, perak, batubara yang sebenarnya merupakan milik rakyat (al-milkiyah al-amah), dirampok atas nama kebebasan investasi dan perdagangan bebas.
          Walhasil, propaganda HAM di negeri-negeri Muslim, termasuk di negeri ini, pada dasarnya menyesatkan, dan karenanya perlu diwaspadai oleh umat Islam.

HAM: Alat Penjajahan Barat
          Selain menyesatkan, HAM sesungguhnya menjadi salah satu alat ampuh penjajahan Barat, khususnya Amerika Serikat, atas negeri-negeri Islam, termasuk Indonesia. Keterlibatan AS baik secara langsung maupun melalui PBB dalam mengawal agenda HAM terlihat dari upayanya agar HAM dijadikan sebagai perjanjian yang bersifat universalyaitu tak hanya diadopsi oleh negara, tetapi juga oleh rakyat berbagai negara itu—setelah tahun 1993, atau dua tahun sesudah adanya dominasi tunggal AS secara internasional akibat jatuhnya Uni Sovyet. Melalui Deklarasi Wina Bagi NGO Tentang HAM 1993, ditegaskan keuniversalan HAM dan keharusan penerapannya secara sama rata atas seluruh manusia tanpa memperhatikan perbedaan latar belakang budaya dan undang-undang.
AS kemudian menjadikan HAM sebagai salah satu basis strategi politik luar negerinya. Sebenarnya ini sudah terjadi sejak akhir dasawarsa 70-an di masa kepemimpinan Presiden Jimmy Carter. Sejak saat itu, Departemen Luar Negeri AS selalu mengeluarkan evaluasi tahunan mengenai komitmen negara-negara di dunia dalam menerapkan HAM. Evaluasi tahunan itu juga menilai sejauh mana negara-negara itu memberikan toleransi kepada rakyatnya untuk menjalankan HAM. Penilaian ini kemudian menjadi landasan bagi sikap yang akan diambil AS terhadap negara-negara yang oleh Washington dianggap tidak terikat dengan prinsip-prinsip HAM. Terhadap Indonesia, misalnya, AS mengaitkan peristiwa Timor-Timur dengan bantuan militernya.
Itulah yang menjadikan kebijakan luar negeri AS yang bertumpu pada HAM bersifat diskriminatif. Dalam implementasinya, HAM sangat dipengaruhi oleh kepentingan pihak yang memiliki kekuatan. Dengan kata lain, penerapan HAM tidak terlepas dari kepentingan politis, ekonomis dan ideologis dari negara-negara yang punya kekuatan besar. Barat, khususnya AS, memanfaatkan isu HAM untuk menekan suatu negara demi kepentingannya sendiri. PBB dan badan internasional lainnya seperti IMF dan Bank Dunia acapkali dipakai AS untuk merealisasikan kepentingannya itu.
Sejak keberadaannya HAM justru digunakan sebagai alat penjajahan Barat terhadap Dunia Timur, khususnya negeri-negeri kaum Muslim. HAM yang muncul pada abad ke-21 adalah isu yang menggantikan kolonialisasi Barat terhadap negara-negara di Asia, Afrika dan Amerika Latin. Setelah cara penjajahan langsung tidak populer akibat meningkatnya kesadaran umat manusia, Barat menggunakan HAM untuk menjajah dalam bentuk lain. Amerika dan negara-negara kapitalis lainnya telah menjadikan HAM sebagai komoditi politik luar negerinya. Ini semua dilakukan Barat demi tuntutan kepentingannya untuk mendominasi berbagai bangsa di dunia.

Barat: Pelanggar HAM Nomor Satu
Meski gagasan dan propaganda HAM berasal dari Barat, khususnya AS, realitas sejarah justru menunjukkan bahwa Barat/AS adalah bangsa-bangsa kolonialis-imperialis yang sangat tidak menghormati dan menghargai HAM. Kenyataannya, penjajahan yang mereka lakukan telah mendatangkan bencana dan penderitaan yang sangat berat atas berbagai bangsa di dunia.
Faktanya, Amnesti Internasional (AI) menilai Amerika Serikat, misalnya, sebagai pelaku pelanggaran HAM terburuk selama 50 tahun terakhir, sejak negara adidaya itu mengeluarkan kebijakan perang terhadap terorisme dan invasinya ke Irak.
Dalam laporan tahun 2004-nya, lembaga HAM yang berbasis di London ini menyebutkan, apa yang dilakukan AS, menyerang negara lain dengan mengerahkan tentaranya, merupakan pelanggaran hak asasi, mengganggu rasa keadilan dan kebebasan dan membuat dunia menjadi tempat yang mengerikan. Invasi dan penguasaan wilayah Irak oleh otoritas yang dibentuk negara-negara koalisi, menyebabkan ribuan orang di Irak ditahan. Laporan itu juga menyebutkan, ratusan orang dari sekitar 40 negara, dipenjarakan AS tanpa proses hukum di Afganistan.
Amnesti Internasional juga memaparkan, pelanggaran HAM lainnya yang dilakukan AS, antara lain, penahanan sekitar 6.000 anak-anak migran dengan tuduhan melakukan kenakalan remaja. Anak-anak ini ditahan sampai berbulan-bulan. Di samping itu, polisi dan penjaga penjara di AS, telah menyalahgunakan senjata dan menggunakan bahan kimia terhadap para tahanannya, yang menyebabkan kasus tewasnya sejumlah tahanan di penjara AS.
Yang paling hangat, Amnesti Internasional, mengkritik AS karena berupaya mendapatkan kekebalan hukum dari pengadilan internasional bagi tentaranya yang melakukan kejahatan perang.
Selain AS, Amnesti Internasional menilai Inggris juga telah melakukan pelanggaran HAM di Irak. Ketika AS dan Inggris terobsesi dengan adanya ancaman senjata pemusnah massal, mereka sendiri telah menjadi senjata pemusnah massal yang sesungguhnya.
Laporan lembaga hak asasi manusia Amnesti Internasional ini juga menyoroti masalah pendudukan Israel di Palestina. Lembaga ini bahkan menyebut Israel sebagai penjahat perang karena tindakan brutal yang dilakukannya (Eramuslim, 19/4/2009).
Baru-baru ini, situs WikiLeaks telah merilis lebih dari 400.000 dokumen-dokumen rahasia AS tentang perang Irak dari Januari 2004 sampai Desember 2009. Bocoran dokumen itu mengungkapkan rincian terjadinya perkosaan, penyiksaan, pembunuhan warga sipil yang dilakukan dari helikopter tempur dan insiden lainnya oleh pasukan koalisi dan pasukan Irak, yang bahkan dilakukan di bawah kontrol Obama pada tahun 2009. Dokumen itu juga mengungkapkan bagaimana tentara koalisi menutup mata atas laporan tentang penyiksaan dan pembunuhan yang dilakukan secara ekstrajudisial oleh pemerintah boneka Irak. Pemerintah AS belakangan mengakui kepada BBC bahwa dokumen yang diterbitkan Wikileaks itu adalah dokumen yang asli.

Hanya Islam yang Memuliakan Manusia
Nilai HAM yang nisbi, yang sarat dengan masuknya kepentingan semestinya menyadarkan kita untuk kembali ke nilai-nilai yang paripurna. Itulah nilai-nilai ilahiah. Itulah nilai-nilai Islam. Islam sangat menjunjung tinggi kehormatan dan kemuliaan manusia. Allah SWT berfirman:


Sesungguhnya Kami telah memuliakan keturunan Adam (QS al-Isra’ [17]: 70).
     
      Atas kemuliaan itulah Islam melindungi jiwa manusia dari ancaman sesamanya. Perlindungan tersebut bertujuan untuk menyelamatkan dan memelihara eksistensi manusia. Karena itu, pembunuhan atas satu jiwa manusia pada hakikatnya sama seperti membunuh semua manusia. Balasan yang layak bagi orang yang membunuh adalah dibunuh pula Semua itu tertuang jelas di dalam al-Quran (lihat QS al-Maidah: 32, al-Baqarah 178-179).
          Hak-hak lainya seperti hak memiliki dan mengusahakan harta (ekonomi), hak berpolitik, hak edukasi, dan hak primer yang lain dijamin pemenuhannya oleh Islam melalui tanggung jawab negara dalam merealisasikan kehidupan Islam.
Walhasil, semestinyalah kita kembali pada prinsip-prinsip yang bersumber dari sang Pencipta, Allah SWT. Dengan keyakinan yang penuh dan keikhlasan untuk taat terhadap risalah-Nya, penegakan dan perlindungan atas hak-hak asasi manusia hanya akan terwujud manakala Islam memegang tampuk kekuasaan, dan dunia berada dalam kendali kepemimpinannya. Itulah Khilafah Islamiyah. []

Komentar al-islam:

Kaum Atheis Indonesia Subur di Dunia Maya (Hidayatullah.com, 14/12/2010)

Itulah akibat negara mengadopsi HAM dan kebebasan produk Barat sekular.

Kamis, 09 Desember 2010

DALAM PERTARUNGAN ANTARA AMERIKA DAN CINA DI KOREA, DI MANAKAH INDONESIA?

          Ketegangan makin meningkat antara Korea Utara dan Korea Selatan setelah Korea Utara menembakkan artilerinya ke beberapa daerah di Korea Selatan pada hari Selasa, 23/11/2010 lalu. Cina menuduh bahwa Amerika Serikat dan Korea Selatanlah yang memicu ketegangan tersebut setelah keduanya memutuskan untuk melakukan latihan militer gabungan di Laut Kuning. Sementara itu, Cina diam saja terhadap apa yang dilakukan oleh Korea Utara. Ketegangan tersebut terjadi satu tahun setelah Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat meluncurkan hubungan antara AS dan Cina dengan disertai jaminan strategis untuk para antek Amerika di Asia, dan setelah AS melakukan berbagai upaya untuk menjaga hubungan tersebut.
           Kompas.com tanggal 29/11/2010 melansir sebuah analisis, bahwa ketegangan di Semenanjung Korea bukanlah antara Korea Utara dan Korea Selatan, melainkan antara Amerika dan Cina. Hal itu karena beberapa alasan. Pertama: sebelumnya Presiden AS, Obama, telah menuntut Cina agar menekan (baca: menaikkan) nilai mata uangnya, Yuan (terhadap dolar). Akan tetapi, Cina dengan keras menolak tuntutan tersebut dengan alasan bahwa masalah tersebut bukan masalah Cina, melainkan masalah dalam negeri Amerika. Akibatnya, neraca perdagangan Amerika mengalami defisit terhadap Cina. Amerika lalu mengubah perlakuannya menjadi perlakuan bersahabat, jauh dari perlakuan agresif. Akan tetapi, Cina tidak mengubah sikapnya, bahkan tetap bersikeras dengan kebijakannya.

Rabu, 01 Desember 2010

HIJRAH DARI SISTEM JAHILIAH KE SISTEM ISLAM


Tak terasa, kita kembali bertemu dengan awal tahun baru hijrah. Kali ini kita mengakhiri tahun 1431 H dan memasuki tahun 1432 Hijrah.
Hijrah, yakni peristiwa hijrah Baginda Nabi saw. dari Makkah ke Madinah, adalah momentum penting dalam lintasan sejarah perjuangan Islam dan kaum Muslim. Hijrah adalah peristiwa paling menentukan bagi tegaknya Islam sebagai sebuah ideologi dan sistem dalam intitusi negara ketika itu, yakni Daulah Islamiyah.
Kini, sejak keruntuhan Daulah Islamiyah yang terakhir, yakni Khilafah Utsmaniyah tahun 1924 lalu, dan sejak itu kaum Muslim kembali berada dalam kungkungan ideologi dan sistem Jahiliah, tentu hijrah saat ini bukan saja masih relevan, tetapi sebuah keniscayaan. Sebab, melalui hijrahlah kaum Muslim memungkinkan untuk: meninggalkan kekufuran dan dominasi orang-orang kafir menuju iman dan kekuasaan Islam; meninggalkan darul kufur menuju Darul Islam; meninggalkan sistem Jahiliah menuju ideologi dan sistem syariah; serta meninggalkan kekalahan menuju kemenangan dan kemuliaan Islam. 



Makna Hijrah
Hijrah secara bahasa berasal dari kata hajara yang berarti berpindah dari suatu tempat ke tempat lain, dari suatu keadaan ke keadaan yang lain (Ash-Shihhah fi al-Lughah, II/243, Lisan al-‘Arab, V/250; Al-Qamus Al-Muhith, I/637). Para fukaha lalu mendefinisikan hijrah sebagai: keluar dari darul kufur menuju Darul Islam (An-Nabhani, Asy-Syakhsiyyah al-Islâmiyyah, II/276). Darul Islam adalah suatu wilayah (negara) yang menerapkan syariah Islam secara total dalam segala aspek kehidupan dan keamanannya secara penuh berada di tangan kaum Muslim. Sebaliknya, darul kufur adalah wilayah (negara) yang tidak menerapkan syariah Islam dan keamanannya tidak di tangan kaum Muslim, sekalipun mayoritas penduduknya beragama Islam. Definisi hijrah semacam ini diambil dari fakta hijrah Nabi saw. sendiri dari Makkah (yang saat itu merupakan darul kufur) ke Madinah (yang kemudian menjadi Darul Islam).
Lalu bagaimana kita mengamalkan kembali hijrah pada saat ini? Pasalnya, sejak keruntuhan Daulah Islamiyah yang terakhir (Khilafah Utsmaniyah) pada tahun 1924, saat ini tak ada satu pun negeri di seluruh dunia yang menerapkan sistem Islam atau menerapkan syariah Islam secara total dalam sebuah institusi negara. Dengan kata lain, saat ini tak ada yang namanya Darul Islam, karena seluruhnya adalah darul kufur, termasuk negeri-negeri Islam. Sebab, meski mayoritas penduduk di negeri-negeri Islam adalah Muslim, negeri-negeri tersebut tidak menerapkan syariah Islam (kecuali sebagian kecil) dan kekuasaannya pun secara real tidak di tangan kaum Muslim. Jika demikian, tentu menjadi kewajiban seluruh umat Islam untuk mewujudkan Darul Islam itu, yakni dalam wujud Daulah Islam atau Khilafah Islam. Hanya dengan mewujudkan kembali Daulah Islamiyah atau Khilafah Islamlah pengamalan kembali makna hijrah bisa dilaksanakan. Jika tidak, umat Islam, sebagaimana saat ini, tentu tak akan pernah dapat lepas dari kungkungan ideologi dan sistem Jahiliah—yang saat ini direpresentasikan oleh Kapitalisme-sekular maupun Sosialisme-komunis—yang justru wajib ditinggalkan, untuk segera menuju kehidupan masyarakat baru yang hanya diatur oleh ideologi dan sistem Islam.

Masyarakat Sebelum Hijrah
Masyarakat Arab sebelum Rasulullah saw. hijrah adalah masyarakat Jahiliah. Hal ini bisa dilihat dari sejumlah aspek. Pertama: aspek akidah. Akidah masyarakat Arab saat itu penuh dengan kemusyrikan. Memang, kebanyakan orang-orang Arab saat itu berkeyakinan bahwa Allah adalah Pencipta segala sesuatu, sebagaimana hal itu digambarkan al-Quran (Lihat: QS Luqman: 25). Namun, dalam praktiknya, mereka membuat berbagai perantara untuk menyembah Allah. Di antara mereka ada yang menyembah malaikat dan menganggap para malaikat itu adalah putra perempuan Allah. Ada yang menyembah jin dan ruh terdahulu. Ada juga yang menyembah binatang, menyembah berhala. ‘Amr bin Lubayyi, penguasa Ka’bah saat itu, menaruh sebuah berhala dari batu akik yang sangat terkenal dengan nama “Hubal”.
Kedua: aspek sosial. Kehidupan sosial Makkah saat itu dicirikan dengan kebobrokan moral yang luar biasa. Rata-rata dari mereka adalah peminum arak, tukang mabuk. Pelacuran dan perzinaan di Jazirah Arab saat itu adalah hal biasa. Pencurian, pembegalan dan perampokan juga menyeruak di mana-mana. Kekejaman dan kebiadaban bangsa Arab saat itu bahkan sampai melampau batas kemanusiaan. Anak-anak perempuan yang baru lahir dibenamkan hidup-hidup ke dalam tanah, sebagaimana hal ini pun digambarkan dalam al-Quran (Lihat: QS at-Takwir: 8-9).
Ketiga: aspek ekonomi. Di bidang ekonomi bangsa Arab sebelum Rasulullah saw. adalah kebanyakan berdagang/berniaga. Bisnis yang mereka lakukan saat itu sangat kental dengan riba. Bahkan pinjaman dengan cara riba yang berlipat ganda (riba fadl) telah menjadi tradisi mereka sehingga tidak ada seorang pun yang mengingkarinya.
Keempat: aspek politik. Secara politis bangsa Arab saat itu bukanlah bangsa yang diperhitungkan oleh bangsa-bangsa lain. Dua negara adidaya saat itu, Persia dan Kristen Byzantium, sama sekali tidak melihat Arab sebagai sebuah kekuatan politik yang patut diperhitungkan.

Masyarakat Pasca Hijrah
Jujur harus dinyatakan, bahwa setelah Rasulullah saw. berhijrah dari Makkah ke Madinah, kemudian beliau membangun Daulah Islamiyah di sana, keadaan masyarakat Arab pasca hijrah berubah total. Daulah Islamiyah (Negara Islam) yang dibangun Baginda Nabi saw. di Madinah berhasil menciptakan masyarakat Islam, dari sebelumnya masyarakat Jahiliah.
Faktanya, masyarakat Madinah bentukan Baginda Nabi saw.—melalui institusi negara yang beliau dirikan, yakni Daulah Islamiyah, dimana di tengah-tengah mereka diterapkan ideologi dan sistem Islam, yakni akidah dan syariah Islam—adalah masyarakat yang benar-benar berbeda karakternya dengan masyarakat Arab Jahiliah sebelum Hijrah. Pertama: dari sisi akidah. Yang dominan saat itu adalah akidah Islam. Bahkan akidah Islam menjadi satu-satunya asas negara dan masyarakat. Karena itu, meski saat itu terdapat kaum Yahudi dan Nasrani, aturan yang diterapkan di tengah-tengah masyarakat secara keseluruhan adalah aturan (syariah) Islam.
Kedua: dari sisi sosial. Kehidupan sosial saat itu penuh dengan kedamaian dan ketenteraman serta jauh dari berbagai ragam kemaksiatan. Perjudian diperangi. Perzinaan diberantas. Segala bentuk kemaksiatan dan kriminalitas dibabat habis melalui penegakkan hukum Islam yang tegas.
Ketiga: dari sisi ekonomi. Saat itu ekonomi berbasis riba benar-benar dihapus. Penipuan dan berbagai kecurangan diberantas. Sebaliknya, cara-cara yang diakui syariah dalam meraih kekayaan dibuka seluas-luasnya.
Keempat: dari sisi politik. Jujur harus diakui, pasca Hijrahlah sesungguhnya Islam dan kaum Muslim benar-benar mulai diperhitungkan oleh bangsa-bangsa lain. Daulah Islamiyah yang dibangun Baginda Nabi saw. benar-benar disegani, bahkan ditakuti oleh musuh-musuh Islam dan kaum Muslim. Bahkan sejarah telah membuktikan, pada akhirnya dua negara adidaya saat itu, Persia dan Byzantium, dapat ditaklukan oleh Daulah Islamiyah melalui jihad fi sabilillah. Dengan jihad yang dilancarkan oleh Daulah Islamiyah itulah hidayah Islam makin tersebar dan kekuasan Islam makin meluas.

Refleksi Hijrah Saat Ini
Masyarakat saat ini sebenarnya sangat mirip dengan masyarakat Jahiliah sebelum Rasulullah saw. hijrah ke Madinah. Wajar jika sebagian ulama menyebut kondisi sekarang sebagai ”Jahiliah Modern”. Kondisi akidah/ideologi, sosial, ekonomi dan politik saat ini—yang berada dalam kungkungan ideologi Kapitalisme-sekular—sesungguhnya mirip dengan kondisi sebelum Rasulullah hijrah. Dari sisi akidah, berbagai kemusyrikan dan ragam aliran sesat terus bermunculan. Dari sisi sosial, kebejatan moral (maraknya perzinaan, pornografi-pornoaksi, dll), tindakan kriminal (pencurian, perampokan, korupsi, pembunuhan, perjudian, narkoba, dll) terus menyeruak. Dari sisi ekonomi, riba masih menjadi basis kegiatan ekonomi; demikian pula banyaknya transaksi-transaksi batil lainnya. Bahkan dalam hal riba, negara adalah pelaku utamanya dengan terus menumpuk utang luar negeri berbunga tinggi. Di bidang politik, jelas negeri-negeri kaum Muslim, termasuk negeri ini, tidak pernah diperhitungkan oleh negara-negara lain; kecuali sebagai obyek penjajahan negara-negara kapitalis dalam berbagai bidang.
Karena itu, saat ini sebetulnya kaum Muslim, bahkan dunia, memerlukan tatanan baru, yakni tananan yang dibangun berdasarkan ideologi dan sistem Islam. Saat ini kita semua perlu membentuk kembali Daulah Islamiyah atau Khilafah Islam, yang akan mampu mewujudkan kembali masyarakat Islam, sebagaimana masyarakat yang dibangun Baginda Nabi saw. pasca Hijrah. Khilafah pula yang akan mengantarkan umat ini meraih kembali kemuliaan dan kejayaannya, sebagaimana pada masa lalu. Khilafah pula yang akan menjadikan dunia ini bisa hidup dalam keamanan, kedamaian, kemakmuran, keadailan, kesejahteraan dan keberkahan.
Jelas, setelah ideologi Sosialisme-komunis runtuh, dan ideologi Kapitalisme yang mendominasi dunia saat ini terbukti rapuh—beberapa kali mengalami kebangkrutan, selain menciptakan berbagai malapetaka kemanusiaan dan gagal mewujudkan sebuah peradaban dunia yang agung dan mulia—maka selayaknya dunia berharap hanya pada ideologi dan sistem Islam, yang diterapkan oleh institusi Khilafah Islam. Khilafah Islamlah yang akan menerapkan syariah Islam secara total dalam seluruh aspek kehidupan sekaligus menyebarluaskan hidayah Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad. Benarlah sabda Baginda Nabi saw. yang memberikan kabar gembira kepada kita hakikat ini:

إِنَّ اللهَ زَوَى لِي الْأَرْضَ فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَإِنَّ أُمَّتِي سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا
Sungguh, Allah telah memperlihatkan kepadaku bumi ini, lalu aku melihat bagian timur dan baratnya. Sungguh, kerajaan umatku akan mencapai seluruh bagian bumi yang telah ditampakkan kepadaku itu (HR Muslim).
           
            Alhasil, marilah kita segera berhijrah: dari sistem Jahiliah saat ini ke sistem Islam. Caranya adalah dengan menegakkan kembali Daulah Islamiyah atau Khilafah Islam. Hanya dengan itulah makna hijrah secara hakiki bisa kita amalkan. Wallahu a’lam. []


Komentar al-islam:

BKKBN: 51 Persen Remaja Jabodetabek Lakukan Seks Pranikah (Hidayatullah.com, 28/11/2010).

 

Na’udzu billah! Inilah bukti lain akibat negara enggan menerapkan syariah Islam.

Rabu, 24 November 2010

BERBAGAI KEBOHONGAN DAN RACUN OBAMA DISEBARKAN DI TENGAH-TENGAH MEREKA YANG TELAH TERJAJAH OLEH PEMIKIRAN/KULTUR AMERIKA

Sungguh, mayoritas generasi umat Islam di seluruh penjuru negeri ini—yang ditunjukkan oleh berbagai pertemuan dan konsentrasi massa dari kalangan para ulama, dosen dan intelektual—menolak kunjungan Obama. Mereka melakukan berbagai pertemuan dan konsentrasi massa aksi protes di berbagai kota, mulai dari timur hingga barat. Hanya sekelompok antek Amerika, terutama kepala negaranya, yang telah menyambut kunjungan Obama. Stasiun-stasiun televisi di bawah penguasa dan yang berjalan di belakangnya menyiarkan berita kunjungan itu secara luas. Pada saat yang sama, stasiun-stasiun televisi itu membisu, tidak menyiarkan berbagai pertemuan dan konsentrasi massa yang menolak kunjungan Obama. Mereka menutup-nutupi berita penolakan dan protes yang dilakukan oleh berbagai kelompok massa yang ikhlas dari mayoritas umat di Indonesia! Stasiun-stasiun televisi itu mengulang-ulang pidato Obama di hadapan mereka yang telah terjajah oleh pemikiran dan budaya Amerika, yang diselenggarakan di Universitas Indonesia pada tanggal 10 November 2010 lalu. Melalui antek-anteknya di media massa, Amerika mempromosikan di tengah-tengah masyarakat berbagai kebohongan dan racun yang disebarkan Obama itu.

Jumat, 19 November 2010

¬¬IPO PT KRAKATAU STEEL: PERAMPOKAN DAN PERAMPASAN KEPEMILIKAN HARTA MILIK RAKYAT


PT Krakatau Steel (KS)  adalah perusahaan negara yang sejatinya milik rakyat. PT KS merupakan industri baja terpadu terbesar di Asia Tenggara. Perusahaan ini memiliki kapasitas produksi mencapai  2,5 juta ton pertahun. Bagi sebuah negara, industri baja memegang peranan yang sangat strategis, karena hampir 95% peralatan logam yang dipergunakan manusia berasal dari baja. PT KS memegang peranan yang menentukan, yaitu menyuplai 60% kebutuhan baja nasional  dan menjadi basis untuk kepentingan industrialisasi di dalam negeri.
Pada hari Rabu 10 November 2010, PT KS (Persero) Tbk. resmi mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI). Kegiatan ini merupakan puncak dari serangkaian proses privatisasi (baca: pengalihan kepemilikan saham) yang telah direncanakan PT KS beberapa tahun terakhir. Harga saham PT KS telah ditetapkan sebesar Rp 850 persaham. Jumlah saham yang dilepas ke masyarakat sebanyak 3,155 miliar saham atau setara dengan 20% dari keseluruhan saham. Perkiraan dana (kotor) yang dapat diraih PT KS dari IPO (Initial Public Offering) atau penawaran umum perdana ini adalah sebesar Rp 2,68 Triliun.  (Krakatau.steel.com, 11/11/2010).